PADANG, ALINIANEWS.COM — Pemerintah Kota Padang mencatat belanja perjalanan dinas tahun 2024 sebesar Rp80,52 miliar, meningkat Rp10,19 miliar atau naik 14,50 persen dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar Rp70,32 miliar. Anggaran ini mencakup seluruh kegiatan perjalanan dinas, baik dalam negeri maupun luar negeri, yang dilaksanakan oleh seluruh satuan kerja Pemko Padang sepanjang periode 1 Januari hingga 31 Desember 2024.
Namun, di tengah tingginya realisasi anggaran perjalanan dinas tersebut, sorotan tajam muncul terhadap DPRD Kota Padang. Hal ini menyusul temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang mengungkap berbagai kejanggalan dalam pelaksanaan belanja perjalanan dinas di lingkungan Sekretariat DPRD.
Dalam laporan hasil pemeriksaan, BPK mencatat adanya praktik tidak wajar dalam pertanggungjawaban perjalanan dinas tahun anggaran 2024. Modus yang ditemukan mencakup penggunaan bukti penginapan yang tidak sah, dugaan perjalanan dinas fiktif, hingga kelebihan pembayaran yang secara total mencapai Rp1.18 miliar.

Temuan Kelebihan Pembayaran:
- Biaya fasilitas tambahan hotel tak sah: Rp36.400.000,00
– Termasuk makan siang, makan malam, mini bar, dan laundry di luar fasilitas standar. - Perjalanan fiktif dan penginapan tak valid: Rp926.036.000,00
– Berdasarkan uji petik, sebanyak 210 perjalanan tidak tercatat di sistem hotel, terdapat invoice palsu, serta tiket dan boarding pass yang tidak sah. - Perjalanan dinas tidak terlaksana: Rp97.550.300,00
– Termasuk perjalanan yang tak disertai bukti laporan kegiatan, foto dokumentasi, hingga rekaman absensi yang menunjukkan pegawai berada di kantor saat seharusnya di luar kota. - Tanggal perjalanan beririsan, tujuan berbeda: Rp4.980.000,00
– Lima pelaksana perjalanan terdeteksi memiliki tanggal yang tumpang tindih dengan kegiatan berbeda. - Pertanggungjawaban biaya taksi tanpa bukti sah: Rp446.000,00
– Tidak dilampirkan tiket, nota, atau invoice resmi. - Hari perjalanan tidak sesuai Surat Perintah Tugas (SPT): Rp59.977.500,00
– Termasuk manipulasi metadata foto dan perbedaan tanggal pelaksanaan dengan surat tugas. - Uang harian bimtek melebihi standar: Rp25.160.000,00
– Diberikan seperti perjalanan biasa, padahal kegiatan bimtek sudah menyediakan konsumsi. - Penginapan melebihi pagu: Rp356.600,00
– Tidak sesuai ketentuan Standar Harga Satuan Regional.
Total Kelebihan Pembayaran: Rp1.186.886.400,00
Temuan ini dinilai menabrak prinsip akuntabilitas dan efisiensi dalam pengelolaan keuangan daerah. Padahal, belanja perjalanan dinas seharusnya bertujuan mendukung peningkatan kapasitas dan pelayanan publik, bukan menjadi celah untuk penyimpangan
Pemeriksaan uji petik terhadap 210 dokumen perjalanan dinas menemukan adanya penginapan fiktif, invoice hotel palsu, boarding pass tidak resmi, bahkan tumpang tindih tugas dinas dengan absensi kerja di kantor, yang seluruhnya menimbulkan kerugian signifikan terhadap keuangan daerah.
Modus-Modus Janggal: Dari Laundry Hotel hingga Jual Beli Invoice
Dari hasil konfirmasi ke sejumlah manajemen hotel dan travel agent, ditemukan bahwa banyak bukti pertanggungjawaban tidak dikeluarkan secara resmi. Salah satunya, invoice Hotel My dijual oleh seorang calo dengan harga Rp50.000 per lembar. Sementara itu, Hotel RDG menegaskan bahwa invoice yang digunakan tidak berasal dari pihaknya dan nama staf yang tercantum pun tidak dikenal.
Lebih dari itu, ditemukan bahwa beberapa penginapan mencantumkan fasilitas tambahan seperti laundry, mini bar, dan makan malam yang seharusnya tidak dapat dibebankan ke biaya penginapan, dengan nilai total Rp36,4 juta.
Anggota Dewan Diduga Tidak Pernah Bepergian
Sebanyak 61 perjalanan dinas dinyatakan tidak dapat diyakini kebenarannya. Dalam kasus lain, terdapat pengakuan pelaksana perjalanan dinas bahwa Ketua DPRD sedang berada di daerah, bukan di Jakarta, saat diklaim sedang melakukan kunjungan dinas.
Tidak hanya itu, lima pelaksana perjalanan dinas ditemukan melaksanakan tugas dengan tanggal beririsan ke lokasi yang berbeda, yang memunculkan kelebihan pembayaran Rp4,98 juta.
Tiket Bodong dan Foto Rekayasa
Temuan BPK juga menyebutkan bahwa tiket perjalanan dan boarding pass tidak valid, serta terdapat rekayasa dokumentasi foto kegiatan. Metadata pada foto ditemukan dimanipulasi, baik tanggal maupun lokasi, guna menyesuaikan dengan surat tugas yang tidak relevan.
Pemerintah Kota Padang: “Kami Tidak Sependapat”
Dalam tanggapannya, Plh. Sekretaris DPRD Kota Padang menyatakan tidak sependapat dengan sebagian temuan BPK, terutama terkait penginapan dan uang harian bimtek. Menurutnya, pembayaran masih mengacu pada Peraturan Presiden Nomor 53 Tahun 2023, yang memperbolehkan penginapan dibayarkan secara lumpsum.
Namun, BPK menegaskan bahwa uang harian bimtek tidak dapat disamakan dengan perjalanan dinas biasa karena sudah termasuk fasilitas konsumsi.
Rekomendasi Tegas BPK
BPK merekomendasikan agar Wali Kota Padang memerintahkan Sekretaris DPRD selaku Pengguna Anggaran untuk memproses dan menyetorkan kembali dana sebesar Rp1,18 miliar ke kas daerah (RKUD). Selain itu, pengendalian dan pengawasan perjalanan dinas diminta untuk diperketat guna mencegah praktik serupa terulang.
Sekretaris BPI KPNPA RI Sumatera Barat, H. Yul Sasra, SH, menegaskan pentingnya tindak lanjut serius atas temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait dugaan penyimpangan dana perjalanan dinas di lingkungan DPRD Kota Padang. Ia meminta DPRD tak tinggal diam dan segera mengambil langkah konkret.
“Perkara temuan BPK, DPRD harus menindaklanjuti. Siapapun yang terkait dalam temuan itu harus dipanggil dan diperintahkan untuk mengembalikan sesuai yang ditemukan dalam LHP BPK,” tegas Yul Sasra dalam keterangannya, Kamis (25/6/2025).
Menurutnya, mekanisme pengembalian kerugian negara telah diatur. Jika dalam waktu 60 hari tidak ada pengembalian, maka hal itu masuk ke ranah pidana.
“Selama 60 hari waktu diberikan. Jika mereka tidak mampu mengembalikan, maka tidak masuk ranah administrasi lagi, tapi masuk ke ranah pidana,” ujarnya.
Ia juga mengingatkan bahwa aparat penegak hukum, dalam hal ini kejaksaan, tidak perlu menunggu laporan masyarakat untuk mulai menyelidiki penyelewengan dana negara.
“Dalam kasus kerugian negara, tidak perlu menunggu laporan dari masyarakat. Jika Kejaksaan Tinggi atau Kejaksaan Negeri mendapatkan informasi penyelewengan anggaran negara, maka sudah bisa langsung memeriksa dan menyelidiki,” sambungnya.
Yul Sasra menilai masalah perjalanan dinas sudah menjadi penyakit tahunan yang perlu penanganan tegas. Ia berharap Wali Kota Padang yang baru bisa bersikap lebih selektif dalam menyetujui setiap program yang diajukan oleh DPRD.
“Kasus ini sudah menjadi tahunan. Harapan kami tertumpu pada Wali Kota yang baru untuk lebih selektif dalam menyetujui program-program yang diajukan DPRD,” katanya.
Mengenai pengelolaan perjalanan dinas, ia menilai perlu ada aturan yang jelas, khususnya melalui Peraturan Wali Kota (Perwako), agar celah penyalahgunaan bisa ditutup.
“Setiap perjalanan dinas, uang yang dikeluarkan termasuk hotel, harus diatur dengan jelas tata cara pelaksanaan dan pengelolaan uangnya. Perwako harus segera dikeluarkan untuk mengatur perjalanan dinas, agar ruang untuk dimanfaatkan oleh oknum dewan tidak bisa dimanfaatkan lagi,” katanya.
Ia menegaskan, jika dalam waktu 60 hari ke depan tidak ada pengembalian dana yang menjadi temuan BPK, maka BPI KPNPA RI siap mengambil langkah hukum.
“Jika temuan BPK ini kita tunggu 60 hari dan tidak ada tindak lanjut atau pengembalian uang negara, maka BPI atau saya secara personal akan melaporkannya kepada aparat penegak hukum,” tegasnya.
Yul Sasra juga menyampaikan kritik keras terhadap proses rekrutmen partai politik yang dianggap lemah dalam menyeleksi kualitas calon legislatif.
“Melihat rekrutmen di partai patut dipertanyakan. Orang yang direkrut dan orang yang jadi, kualitasnya masih perlu dipertanyakan,” ujar dia.
Menutup pernyataannya, Yul Sasra memberi imbauan moral kepada seluruh anggota DPRD agar mengedepankan integritas dan tidak memanfaatkan fasilitas negara secara semena-mena.
“Anggota dewan sudah digaji besar, sudah mendapatkan hak yang seharusnya. Manfaatkan semua yang ada untuk hal yang baik, jangan memanfaatkan sesuatu yang bukan haknya dan tidak baik,” pungkasnya.
Karena hukum tampaknya belum bisa atau belum mau menjangkau kasus-kasus korupsi yang merugikan keuangan daerah, seorang tokoh masyarakat Kota Padang yang enggan disebutkan namanya menyampaikan desakan keras. Ia meminta agar instansi terkait seperti BPK, Wali Kota, Inspektorat, atau Sekretariat DPRD (Sekwan) berani mengumumkan nama-nama anggota DPRD yang terlibat dalam dugaan penyelewengan dana perjalanan dinas.
Tujuannya jelas: agar para oknum yang diduga “maling uang rakyat” tersebut bisa dikenai hukuman sosial berupa rasa malu dari masyarakat. Dalam kondisi kepercayaan publik yang kian tipis terhadap aparat penegak hukum, hukuman sosial dianggap jauh lebih efektif daripada menunggu proses hukum yang sering kali mandek atau tidak transparan.
Desakan ini tidak hanya ditujukan ke level lokal, tetapi juga menjadi harapan agar Kapolri dan Jaksa Agung memberi perhatian serius. Sudah saatnya, kata dia, polisi dan jaksa di daerah tidak lagi pura-pura buta atau diam melihat penyimpangan yang begitu terang-terangan. (Sumber: LHP BPK RI 2024)