ALINIANEWS.COM (Jakarta) – Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengonfirmasi bahwa aparatur sipil negara (ASN) di lingkungan Pemprov DKI diperbolehkan melakukan poligami, namun dengan syarat ketat.
Aturan tersebut, yang tertuang dalam Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 6 Tahun 2023, ditegaskan hanya sebagai turunan dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 45 Tahun 1990.
Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) DKI Jakarta, Maria Qibtya, menjelaskan, “Pergub ini bukan aturan baru, melainkan sekadar turunan dari PP.

Syarat yang diatur sangat ketat dan bertujuan untuk memastikan keadilan serta perlindungan bagi pihak-pihak terkait,” seperti dikutip dari CNN Indonesia.
Pergub tersebut mengatur bahwa ASN yang ingin berpoligami harus mendapatkan persetujuan tertulis dari istri pertama, atasan langsung, serta instansi terkait.
Selain itu, ASN tersebut diwajibkan memberikan alasan kuat, seperti ketidakmampuan istri pertama menjalankan kewajiban pernikahan atau adanya alasan-alasan sah menurut hukum Islam.
Menurut pemberitaan Kompas, dalam praktiknya, penerapan aturan ini dipandang sebagai bentuk penegasan terhadap regulasi yang sudah lama ada, bukan kebijakan baru.
“Kami hanya menjalankan aturan yang sudah lama diatur dalam PP. Jadi, ini bukan perubahan besar, melainkan lebih pada implementasi di level daerah,” tambah Maria.
Meski demikian, kebijakan ini menuai beragam respons dari masyarakat. Sejumlah pihak menilai aturan tersebut berpotensi memicu kontroversi, terutama jika tidak diimbangi dengan pengawasan yang ketat.
Seorang ASN yang tidak ingin disebutkan namanya berpendapat, “Ini bisa membuka celah bagi penyalahgunaan wewenang jika tidak diawasi dengan baik.”
Namun, Pemprov DKI menegaskan komitmennya untuk memastikan setiap pengajuan izin poligami diawasi dengan teliti.
“Kami ingin memastikan bahwa tidak ada ASN yang menyalahgunakan aturan ini. Semua pengajuan akan diproses secara adil dan transparan,” ujar Maria seperti dikutip dari CNN Indonesia.
Dengan langkah ini, Pemprov DKI berupaya menjalankan kebijakan sesuai aturan hukum yang berlaku, sembari mengantisipasi dampak sosial yang mungkin timbul.
(my)