JAKARTA, ALINIANEWS.COM – Kasus dugaan korupsi dana Corporate Social Responsibility (CSR) Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) periode 2020–2023 kini menyeruak menjadi sorotan publik. Skandal yang menyeret puluhan wakil rakyat ini terungkap setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan jejak aliran dana yang semestinya dipakai untuk fasilitas umum dan pemberdayaan ekonomi masyarakat, justru mengalir ke kantong pribadi legislator.
Sebanyak 44 Anggota Komisi XI DPR RI diduga ikut mencicipi dana program sosial tersebut. Tiga di antaranya berasal dari Daerah Pemilihan (Dapil) Riau, yakni Abdul Wahid (PKB) yang kini menjabat Gubernur Riau, Marsiaman Saragih (PDIP), serta Jon Erizal (PAN).
Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis malam (7/8/2025), menegaskan pihaknya telah menetapkan dua tersangka. Mereka adalah Heri Gunawan (HG), anggota Komisi XI DPR periode 2019–2024 dari Partai Gerindra, dan Satori (ST), legislator periode sama dari Partai NasDem.

“Perkara ini bermula dari Laporan Hasil Analisis (LHA) PPATK dan pengaduan masyarakat. Bahwa setelah dilakukan penyidikan umum sejak Desember 2024, penyidik telah menemukan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang cukup,” kata Asep.
KPK membeberkan konstruksi perkara: Komisi XI DPR RI memiliki kewenangan khusus terhadap BI dan OJK, yakni menyetujui rencana anggaran tahunan lembaga tersebut. Sebelum persetujuan, dibentuk Panitia Kerja (Panja) yang di dalamnya turut melibatkan HG dan ST.
Setelah rapat kerja bersama pimpinan BI dan OJK pada November 2020, 2021, dan 2022, Panja disebut menggelar rapat tertutup. Dari forum inilah muncul kesepakatan janggal: BI dan OJK wajib menyediakan dana program sosial bagi masing-masing anggota Komisi XI DPR, dengan kuota 10 kegiatan per tahun dari BI serta 18–24 kegiatan dari OJK.
Dana itu kemudian disalurkan melalui yayasan yang dikendalikan anggota dewan. Teknis pencairan hingga laporan pertanggungjawaban (LPJ) dibahas oleh tenaga ahli anggota DPR bersama pihak BI-OJK. Namun di balik dokumen proposal dan LPJ, kegiatan sosial tak pernah terealisasi.
Heri Gunawan, misalnya, mengajukan empat yayasan dan menerima total Rp 15,86 miliar. Uang tersebut berasal dari BI Rp 6,26 miliar, OJK Rp 7,64 miliar, serta mitra kerja Komisi XI Rp 1,94 miliar.
“HG menggunakan dana dari rekening penampung untuk kepentingan pribadi, di antaranya pembangunan rumah makan, pengelolaan outlet minuman, pembelian tanah dan bangunan, hingga pembelian kendaraan roda empat,” ungkap Asep.
Sementara Satori, melalui delapan yayasan, menerima Rp 12,52 miliar. Uang tersebut terdiri dari Rp 6,30 miliar dari BI, Rp 5,14 miliar dari OJK, dan Rp 1,04 miliar dari mitra kerja lainnya. Dana ini diduga diputar menjadi deposito, pembangunan showroom, pembelian kendaraan, hingga aset properti.
Puluhan Legislator Terlibat
Nama-nama besar dari berbagai fraksi DPR muncul dalam daftar dugaan penerima aliran dana CSR BI-OJK. Dari Fraksi Golkar tercatat Kahar Muzakir hingga Puteri Anetta Komarudin, dari PDIP ada Eriko Sotarduga, Marinus Gea, hingga Indah Kurnia. Fraksi lain mulai Gerindra, NasDem, PKB, Demokrat, PKS, PAN, hingga PPP juga masuk dalam radar KPK.
Meski demikian, KPK baru menjerat dua tersangka utama. Asep menegaskan, bantahan sebagian legislator tidak menggoyahkan bukti yang telah dikantongi penyidik.
“Misalkan dari pihak Komisi XI DPR membantah, kami juga sudah memiliki bukti yang kami peroleh saat melakukan penggeledahan di Bank Indonesia dan juga di OJK,” tegasnya.
Tak hanya itu, KPK juga menelusuri langsung ke lapangan, mengkonfirmasi kepada warga, pejabat RT/RW, hingga perangkat desa di lokasi yang disebut-sebut sebagai penerima bantuan sosial. Hasilnya, mayoritas kegiatan sosial tidak ditemukan.
Jejak Penyelidikan
Penyidikan kasus ini resmi berjalan sejak Desember 2024, berawal dari LHA PPATK dan laporan masyarakat. KPK sempat menggeledah Gedung BI di Jalan Thamrin (16/12/2024) dan Kantor OJK (19/12/2024) untuk mengamankan dokumen penting.
Kini, dua legislator periode 2019–2024 yang kembali duduk di Senayan periode 2024–2029 telah ditetapkan sebagai tersangka. Skandal CSR BI-OJK menjadi catatan hitam terbaru hubungan legislatif dengan lembaga keuangan negara.
(*/rel)