spot_img
spot_img

100 Wanita Dijadikan Budak di Peternakan Sel Telur Ilegal

ALINIANEWS.COM (Jakarta) – Kasus perdagangan manusia yang mengerikan terungkap di Georgia, di mana sekitar 100 wanita diperlakukan seperti budak dalam sebuah ‘peternakan manusia’.

Mereka dipaksa untuk menyumbangkan sel telur yang kemudian dijual di pasar gelap. Sindikat kriminal yang diduga melibatkan kelompok asal Tiongkok ini memaksa para wanita untuk menjalani perawatan hormon dan prosedur pengambilan sel telur secara rutin.

Perdagangan manusia yang melibatkan eksploitasi seperti ini kembali menjadi peringatan tentang betapa maraknya praktik ilegal ini.

Iklan
BACA JUGA  Israel Ancam Lanjutkan Perang Jika Hamas Langgar Gencatan Senjata, Trump Desak Serahkan Semua Jenazah Sandera

Penyelidikan ini dimulai setelah tiga wanita asal Thailand berhasil melarikan diri dan mengungkapkan kisah tragis mereka. Mereka bercerita bahwa mereka awalnya tertarik dengan iklan pekerjaan yang mereka temui di Facebook.

Iklan itu menawarkan gaji tinggi, antara 11.500 hingga 17.000 euro (sekitar Rp 192 juta hingga Rp 284 juta), untuk menjadi ibu pengganti di Georgia.

BACA JUGA  Mic Bocor Ungkap Prabowo Minta Bertemu Eric Trump di KTT Gaza

Pada Agustus 2024, ketiga wanita tersebut, bersama sepuluh wanita Thailand lainnya, berangkat ke Georgia dengan biaya perjalanan dan paspor yang ditanggung oleh sindikat. Namun, mereka segera menyadari bahwa tawaran pekerjaan itu hanyalah tipuan.

Sesampainya di sana, mereka dipaksa tinggal di beberapa properti besar bersama sekitar 100 wanita lainnya. Mereka diberi hormon untuk merangsang produksi sel telur dan dipaksa menjalani prosedur pengambilan sel telur setiap bulan. Beberapa dari mereka bahkan tidak mendapatkan bayaran atas sel telur yang diambil.

Jika ada yang berusaha melarikan diri, mereka diwajibkan membayar uang tebusan sebesar 2.000 euro (sekitar Rp 33 juta), sebuah jumlah yang membuat mereka terperangkap dalam kondisi ini.

Salah satu korban yang berhasil melarikan diri kemudian membeli kebebasannya dan melapor ke Pavena Hongsakula, seorang aktivis perlindungan perempuan dan anak di Thailand.

Pavena bekerja sama dengan Interpol untuk membebaskan tiga wanita Thailand tersebut pada 30 Januari 2025 setelah membayar uang tebusan mereka.
BACA JUGA  Trump Puji Prabowo di KTT Perdamaian Gaza: “Seorang Pemimpin Luar Biasa dari Indonesia”

Penyelidikan lebih lanjut sedang dilakukan oleh pihak berwenang Thailand dan Interpol untuk mengungkap lebih banyak korban yang masih terjebak dalam ‘peternakan manusia’ ini. Kasus ini menyoroti bentuk baru perdagangan manusia, di mana perempuan diperlakukan sebagai komoditas dalam industri IVF ilegal.(at)

spot_img

Latest news

- Advertisement -spot_img

Berita Terkait

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses